Makalah
Ilmu Budaya Dasar
Ilmu Budaya Dasar
“Tradisi yang Membuat
Hilangnya Sakralitas Lebaran”
Kelas
1IA08
1IA08
Fakultas Teknologi
Industri
Jurusan Teknik Informatika
Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar
Dosen : Edi Fakhri
Jurusan Teknik Informatika
Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar
Dosen : Edi Fakhri
Latar Belakang
Lebaran merupakan Hari Raya/ hari kemenangan
bagi umat
Islam, baik hari raya Idul Fitri maupun hari Raya Idul Adha yang dirayakan
setiap tahun atau setiap bulan Syawal setelah sebulan umat Muslim melaksanakan ibadah puasa di bulan
Ramadan. Momen lebaran merupakan hari
yang dinanti-nantikan oleh umat Islam di seluruh dunia.
Karena di hari itu merupakan hari kemenangan bagi umat Islam. Di Indonesia,
lebaran di lakukan dengan banyak tradisi, da akan memberi kesan yang menarik.
Namun di saat ini, lebaran tidak
lagi sereligi yang diharapkan. Esensi peringatan Hari Raya Idul Fitri kian hari
kian pudar dan cenderung jauh dari nilai-nilai keislaman. Tradisi Idul Fitri
dirasakan sebatas ungkapan makna semata tanpa nilai semestinya. Beberapa
tradisi atau budaya masyarakat sendirilah yang membuat sakralitas lebaran kian
meredup tahun demi tahun. Salah satu tradisi yang beberapa tahun terakhir
sering dibicarakan adalah Tunjangan Hari Raya.
Rumusan Masalah
Masalah-masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini diantaranya
1.
Apa
pengertian tunjangan hari raya?
2.
Apa
tujuan diberikannya tunjangan hari raya?
3.
Apa
dampak tradisi tunjangan hari raya terhadap momen lebaran?
Maksud dan Tujuan
Ditulisnya makalah ini adalah
untuk mengetahui maksud dari budaya tunjangan hari raya dan dampak terhadap
momen lebaran.
Pengertian
Tunjangan Hari Raya
Tunjangan Hari Raya (THR)
merupakan
hak pendapatan pekerja yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha/Perusahaan kepada
pekerja menjelang Hari Raya Keagamaan yang berupa uang. Hari Raya Keagamaan
disini adalah Hari Raya Idul Fitri bagi pekerja yang beragama Islam, Hari Raya
Natal bagi pekerja yang beragama Kristen Katholik dan Protestan, Hari Raya
Nyepi bagi pekerja bergama Hindu dan Hari Raya Waisak bagi pekerja yang
beragama Buddha.
Dasar Hukum
dikeluarkannya peraturan tentang THR adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi
Buruh/Pekerja di Perusahaan dimana peraturan ini menggantikan Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER.04/MEN/1994. Yang wajib membayar THR
adalah setiap orang yang mempekerjakan orang lain dengan imbalan upah wajib
membayar THR, baik itu berbentuk perusahaan, perorangan, yayasan atau perkumpulan.
Sedangkan Pekerja yang berhak mendapatkan THR adalah pekerja yang telah
mhempunyai masa kerja selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus.
Peraturan ini tidak membedakan status pekerja apakah telah menjadi karyawan
tetap, karyawan kontrak atau karyawan paruh waktu.
Tunjangan hari raya (THR)
merupakan bentuk apresiasi masyarakat terhadap masyarakat yang lain, dimana
setiap orang yang tergabung dalam suatu komunitas mereka diberikan tambahan
penghasilan guna dapat memenuhi keperluaan konsumtif dan kebutuhan lainnya
selama menjalankan keyakinan ajaran agamanya serta wujud rasa syukur atas
nikmat Tuhan sehingga dapat menjalin tali silaturahim dengan keluarganya yang
berada di kampung halaman mereka. Pemberian tunjangan hari raya seharusnya tidak
dianggap sebagai beban oleh perusahaan/lembaga, karena pegawai sudah memberikan
waktu, tenaga dan pikiran untuk kemajuan perusahaan, bahkan merekapun rela
bekerja sesuai dengan irama yang ditentukan oleh organisasi, mereka telah turut
berkontribusi secara riil terhadap proses kemajuan dan tercapainya tujuan
organisasi
Pada awalnya THR hanya
diperuntukkan pada para pekerja, namun seiring perkembangan zaman THR juga bisa
didapat oleh para anak-anak hingga remaja. THR untuk anak-anak ini tentunya
tidak sebesar THR pekerja. Bahkan beberapa anak-anak rela berjalan keliling
komplek hanya untuk mengunjungi rumah satu per satu demi mendapatkan THR.
Tetapi tidak semua rumah yang dikunjungi akan memberikan THR.
Tujuan diberikannya
Tunjangan Hari Raya
Pemberian tunjangan hari
raya bukan hanya sekedar pemenuhan aspek finansial pada diri pegawai tetapi
harus sudah mengarah pada aspek yang lebih dalam lagi. Oleh karena itu
pemberian THR akan menjadi beban finansial yang sangat berat bahkan cenderung
mengabaikan atau menundanya namun jika dipandang sebagai sharing atas
keuntungan organisasi, maka pemberian THR sudah menjadi bagian dari perencanaan
sumberdaya manusia yang bersifat integral.
Tunjangan hari raya dapat
menjadi perekat antara manajemen dan pegawai dalam kontek hubungan industrial,
semakin kuat kepedulian pimpinan terhadap pegawai dapat menjadi indikator
semakin baiknya pemahaman beliau terhadap orientansi organisasi. Perencanaan
sumberdaya manusia bukan hanya pada aspek kebutuhan dan kompetensi saja tetapi
juga harus mengarah pada pemenuhan kebutuhan yang paling mendasar yaitu
pemenuhan kebutuhan psikologis dan intrinsik lainnya.
Uang lebaran atau
tunjangan hari raya esensinya adalah hadiah. Saling memberi hadiah di kalangan
Muslimin memiliki pengaruh besar dalam menumbuhkan rasa cinta, dan menguatkan
tali persaudaraan. Sebaliknya, menyepelekan hadiah bisa menyebabkan pengaruh
yang kurang baik dan menghilangkan rasa cinta di antara mereka.
Dalam suatu riwayat
Rasulullah bersabda, “Berilah hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai.” HR
Bukhari dalam al Adab al Mufrad.
Namun demikian, dalam
Islam, setiap pekerjaan harus disertai dengan niat yang baik. Untuk itu,
seseorang yang akan memberikan hadiah harus memiliki niat yang tulus,
memperkuat hubungan saudara karena Allah, menumbuhkan rasa cinta serta
menghapus kedengkian karena Allah, yang semua itu demi meraih keridhaan Allah
semata.
Idul Fitri adalah momen
yang tepat untuk memberi hadiah dalam rangka memperkuat silaturahim. Saat itu,
sangat tepat jika memberi hadiah yang disenangi kepada orang yang selalu
menanti-nantinya seperti anak kecil, istri, dan lainnya. Begitu juga dengan
orang tua, yang selalu menanti-nanti anaknya di hari Lebaran. Mendahulukan
pemberian kepada orang tua yang harus dihormati, sangat dihargai dalam Islam.
Dampak tradisi tunjangan
hari raya terhadap momen lebaran
Beberapa tahun terakhir
kata THR sangat sering didedangar ketika menjelang lebaran. Bahkan di dunia
maya banyak dijumpai lelucon-lelucon yang berhubungan dengan THR. Hal ini
menunjukkan bahwa banyak orang yang menunggu lebaran hanya untuk mendapatkan
tunjangan hari raya sehingga melupakan makna sesungguhnya dari lebaran. Khususnya untuk anak-anak yang lebih
mengutamakan mencari uang dari “tunjangan” daripada berkumpul bersama keluarga
dan merayakan hari kemenangan.
Selain itu THR juga
membuar banyak orang menjadi boros. Dapat dilihat setiap menjelang hari
Lebaran, tingkat konsumsi masyarakat naik tajam. Seluruh pusat perbelanjaan
seperti mal, supermarket, swalayan, serta pasar-pasar dipenuhi pengunjung.
Mereka berbelanja barang barang yang sebetulnya diluar kebutuhan pokok. Baju,
celana, kue-kue serta barang perabotan lainnya. Mereka seakan tidak peduli
berapa biaya yang harus dikeluarkan.
Mungkin bagi kalangan
menengah ke atas, hal tersebut bukanlah pengaruh, namun bagi kalangan duafa,
kaum miskin, tradisi ini cukup menambah penderitaan. Semangat lebaran kian
pudar, digantikan oleh euforia yang
membabi buta. Tingginya biaya menjelang Lebaran dianggap suatu hal yang wajar.
Sikap berlebihan menjelang Lebaran, mengalahkan daya berpikir, masjid kian
sepi, sedangkan mall supermarket serta swalayan lainnya, kian sesak oleh
pengunjung. Bukannya khusyuk saat-saat akhir Ramadhan, malah terjebak dalam
hedonisme penyambutan Lebaran itu sendiri. Segala yang baru jadi alasan utama
menyambut lebaran.
Kesimpulan
Melaksanakan lebaran pada makna
sesungguhnya tidaklah mudah. Perlu peran bagi semua
lapisan masyarakat, dibutuhkan kerja keras para ulama dan pemimpin umat serta tokoh-tokoh
masyarakat lainnya untuk menjelaskan hari kemenangan itu sesungguhnya. Dan
masyarakat juga seharusnya menyadari tentang makna sesungguhnya lebaran dan
menggunakan tunjanga hari raya sebagaimana mestinya. Dan untuk anak-anak yang
mendapatkan tunjangan, diharapkan agar orang tua mereka selalu mengingatkan
bahwa lebaran bukanlah hanya tentang uang tapi tentang silaturahim antar sesama
manusia.